JAKARTA, Kaltengmaju.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian mengatakan, inflasi Indonesia secara year-on-year (YoY) per Maret 2025 terkendali. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi YoY pada Maret 2025 dibandingkan Maret 2024 tercatat sebesar 1,03 persen. Sementara itu, inflasi bulanan (month-to-month) pada Maret 2025 dibandingkan Februari 2025 berada di angka 1,65 persen.
Hal ini disampaikan Mendagri dalam Rapat Koordinasi
(Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 yang dirangkaikan dengan Rakor
terkait Sekolah Rakyat. Rakor tersebut berlangsung secara hybrid dari Gedung
Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),
Jakarta, Senin (21/4).
“Ini masih situasi yang terkendali, karena target kita
nasional, Indonesia, itu adalah 2,5 persen, plus minus 1 persen. Artinya, range
antara 1,5 persen sampai 3,5 persen. 1,03 persen masih oke, menyenangkan
konsumen,” katanya.
Meski demikian, Mendagri mengingatkan agar tetap
mewaspadai dampak angka inflasi tersebut terhadap produsen, terutama petani dan
nelayan. Dia menyoroti kondisi panen berlebih (oversupply) pada komoditas beras
dan jagung. Pemerintah melalui Bulog telah menetapkan kebijakan pembelian gabah
kering di harga Rp6.500 per kilogram dan jagung Rp5.500 per kilogram.
“Itu cukup menggembirakan petani kalau dilaksanakan
secara konsisten,” tambahnya.
Mendagri juga mencatat, inflasi tahunan Indonesia per
Maret 2025 menempati peringkat ke-34 dari 186 negara di dunia dan termasuk
dalam kategori rendah. Sementara itu, di antara negara G20, inflasi Indonesia
berada di posisi ke-5 dari 24 negara. Adapun di tingkat ASEAN, inflasi
Indonesia berada di peringkat ke-5 dari 11 negara.
Namun, di tingkat regional, beberapa daerah mencatat
inflasi tinggi, seperti Papua Pegunungan sebesar 8,05 persen, Papua Tengah 3,70
persen, dan Maluku 3,54 persen. Mendagri menyampaikan, angka ini sudah
memberatkan konsumen, meski menyenangkan produsen. Namun bila produsen berasal
dari luar daerah, maka yang diuntungkan justru bukan masyarakat setempat.
“Kalau 3,5 persen angka yang bisa ditoleransi, lebih dari
itu hati-hati. Masyarakat sudah mulai kesulitan, di Papua Pegunungan ini
gubernurnya baru, Pak John Tabo baru dilantik hari Kamis yang lalu. Nanti Ibu
Ribka (Wamendagri), Pak Akmal Malik (Direktur Jenderal Otda) bisa telepon,
mungkin beliau tak tahu di angka ini. Beliau baru masuk, perlu ada rapat
bersama di sana,” ujarnya.
Rakor ini turut dihadiri secara langsung oleh Menteri
Sosial Saifullah Yusuf, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Deputi Bidang
Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kementerian Koordinator Bidang
Pemberdayaan Masyarakat Nunung Nuryartono, Deputi II Bidang Perekonomian dan
Pangan Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono dan Sekretaris Utama Badan Pangan
Nasional (Bapanas) Sarwo Edhy. (ril/foto:
Puspen Kemendagri)